1. Pengertian Peserta Didik
a. Pandangan pedagogis
Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan bainaan dan bimbingan agar menjadi manusia yang cakap.
b. Pandangan Psikolagis
Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis.
c. UU Sidiknas No. 20 tahun 2003
Peserta didik sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur dan jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dari beberapa definisi tentang peserta didik dapat disimpulkan bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya :
a. Pesrta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik maupun psikis yang khas.
b. Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang.
c. Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d. Peserta didik adalah individu yang mempunyai kemampuan untuk mandiri.
2. Teori-teori Psikologi tentang Hakikat Peserta Didik
Karena peserta didik merupakan komponen manusiawi yang terpenting dalam proses pendidikan. Jadi ,disini guru dituntut memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat peserta didik. Hakikat peserta didik sendiri tidak terlepas dari hakikat manusia secara umum.
Beberapa Teori Psikologi tentang hakikat manusia tersebut adalah :
a. Pandangan Psikodinamika
Merupakan teori psikologi yang berupaya menjelaskan hakikat dan perkembangan tingkah laku (kepribadian) manusia.
Menurut Sigmud Freud dalam teorinya “teori psikoanalitis” bahwa tingkah laku manusia adalah hasil dari tenaga yang beroperasi didalam pikiran (tanpa disadari individu). Baginya, hanya sebagian kecil dari tingkah laku manusia yang muncul dari proses mental yang disadari. Tapi sebaliknya, yang paling besar mempengaruhi tingkah laku manusia adalah ketidaksadaran. Disini Freud meyakini bahwa tingkah laku kita itu didorong oleh motif-motif diluar alam sadar kita dan konflik yang tidak kita sadari.
Jadi kesimpulan menurut pandangan ini, bahwa tingkah laku manusia lebih ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis, naluri-naluri irrasional (naluri menyerang dan seks) yang sudah ada pada diri kita sejak awal. Hanya sedikit ide, harapan, dan impuls yang ada pada diri individu dan yang menentukan tingkah laku mereka. Sebaliknya, bagian dari pikiran yang lebih besar yang meliputi harapan, kekuatan, dorongan yang bersifat instinktif kita yang terdalam, tetap berada dibawah permukaan kesadaran (unconscious).
Dari ide tingkah laku tersebut, Freud membedakan kepribadian manusia atas tiga unit mental atau struktur psikis, yaitu id, ego dan superego.
Id merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur biologis, termasuk didalamnya dorongan dan impuls instinktif yang lebih dasar (lapar, haus, seks, dan agresif). Id itu sepenuhnya beroperasi pada ketidaksadaran dan telah ada sejak lahir, dan tidak memperoleh campur tangan dari dunia luar. Id bekerja mengikuti prinsip kesenangan (pleasure principle), yang dioperasi pada dua proses, pertama, reflek dan reaksi otomatis (seperti:bersin, berkedip), kedua, proses berpikir primer merupakan proses dalam berhubungan dengan dunia luar melalui imajinasi dan fantasi (seperti, orang lapar membayangkan makanan). Karena mengikuti prinsip kesenangan, id menuntut pemuasan dari instink tanpa memperhitungkan norma social atau kebutuhan orang lain.
Ego merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organism untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organism dengan keadaan lingkungan. Ego terikat oleh proses berpikir sekunder yaitu proses berpikir realities melalui perencanaan pemuasan kebutuhan dan menimbang situasi yang memungkinkan kompromi antara fantasi dari id dan realitas dari dunia nyata. Jadi perbedaan antara id dan ego, id hanya mengenal realitas subkeltif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal yng terdapat dalam batin dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
Superego merupakan aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian utama superego itu adalah memutuskan apakah sesatu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan norma moral yang diakui oleh masyarakat. Superego bekrja menurut prinsip moral, yaitu menuntut kepatuhan yang ketat terhadap standar moral. Karena mengikuti prinsip moral, superego cenderung untuk menentang, baik id maupun ego, dan membuat dunia menurut gambarannya sendiri. Tetapi, superego sama dengan id, bersifat tidak rasional, dan sama seperti ego, melaksanakan control atas instink. Berbeda dengan ego, superego tidak hanya menunda pemuasan instink, tetapi berusaha untuk merintanginya.
Dalam realitas kehidupan pribadi, id itu lebih cenderung pada nafsu, sedangkan superego lebih cenderung pada hal-hal yang moralis. Agar tercipta keseimbangan hidup, id dan superego harus dijembatani oleh hal yang bersifat realistis (ego). Artimya, agar manusia tidak terlal mengembangkan nafsu sajah dan juga tidak terlalu cenderung pada hal-hal yang idealis dan moralis, perlu adanya imbangan melalui duni kenyataan atau dijembatani oleh ego.
b. Pandangan Behavioristik
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam tingkah laku manusia sebagai suatu reaksi atas psikodinamika. Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bias diramalkan, dan bias dikendalikan.
Watson meyakini bahwa tingkah laku manusia itu merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengarud dari lingkungan atau situasional. Kalau Freud melihat bahwa tingkah laku kita dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, sedangkan menurut behavioristik bahwa manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor yang berasal dari lingkungan. Jadi menurut pandangan ini bahwa faktor lingkunganlah sebagai penentu dari tingkah laku manusia.
Jadi kesimpulan dari pandangan ini adalah kepribadian individu itu dikembalikan kepada hubungan natara individu dan lingkungannya. Untuk memahami tingkah laku manusia menurut pandangan behavioristik itu diperlukan pendekatan yang objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilkukan melaliu pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang itu dilakukan oleh pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang tampak, bukan dengan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh.
c. Pandangan Humanistik
Menurut teori ini bahwa tingkah laku manusia dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengkondisian (conditioning) yang sederhana. Teori ini melihat bahwa manusia sebagai aktor dalam drama kehidupan, bukan reaktor terhadap instink atau tekanan lingkungan. Melainkan berfokos pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self-direction.
Teori ini mempertahankan bahawa manusia memiliki kecenderungan bawaan melakukan self-actualzation untuk berjuang menjadi apa yang mereka mampu.
Menurut Rogers, prasyarat yang terpenting bagi aktualisasi diri adalah konsep diri yang luas dan fleksibel, sesuatu yang memungkinkan kita untuk menyerap secara luas seluruh pengalaman dan mengekspresikan diri kita secara penuh.
Jadi dalam teori ini, manusia digambarkan sebagai individu yang aktif, bertanggung jawab, mempunyai potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), berorientasi kedepan, dan selalu berusaha untuk self-fulfillment (mengisi diri sepenuhnya untuk beraktualisasi).
d. Pandangan Psikologi Transpersonal
Psikolagi transpersional merupakan pengembangan dari psikologi humanistik. Gambaran psikologi transpersonal adalah :
Transpersonal psychology is concerned with the study of humanitys highest potential, and with the recognition, inderstanding, ang realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness.
Terdapat dua unsur penting yaitu, potensi-potensi luhur dan fenomena kesadaran manusia. Dengan kata lain, psikologi transpersonal memfokuskan perhatianpada dimensi spiritual dan pengalaman-pengalaman rohani manusia,
3. Peserta Didik sebagai Makhluk Individual
Manusia sebagai makhluk individu adalah bagwa manusia itu merupakan keseluruhan atau totalitas yang tidak dapat dibagi. Maksudnya, manusia tidak dapat dipisahkan dari jiwa dan raganya, rohani dan jasmani. Setiap manusia memiliki berbagai potensi manusiawi, seperti bakat, minat, kebutuhan social-emosional-personal, dan kemamp[uan jasmaniah. Potensi-potensi itu perlu dikembangkan melalui proses pendidikan dan pengajaran, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara utuh menjadi manusia dewasa atau matang.
Peserta didik memiliki cirri khas yang sesuai dengan corak kepribadian dan kemampuan maing-masing individu. Oleh karena itu, proses perkembangan dan pengalaman masing-masing individu itu tidak sama, maka pribadi yang terbentuk dalam proses tersebut juga berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain.
Jadi kesimpulannya, terdapat variasi individual dalam perkembangan setiap individu, dan walaupun terdapat kesamaan-kesamaan juga, tapi dalam hal pola-pola umum perkembangan. Hal ini karena perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsure yang saling berpengaruh satu sama lain.
4. Perbedaan Individual Peserta Didik
Secara umum, perbedaan individual terdapat 2 (dua) yaitu :
1). Perbedaan secara vertical, yaitu perbedaan individu secara jasmaniah, seperti bentuk,tinggi, besar, dan lainnya.
2). Perbedaan secara horizontal, yaitu perbedaan individu dalam aspek mental, seperti tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, tempramen, dan lainnya.
Beberapa aspek perbedaan individual peserta didik, yaitu:
1). Perbedaan fisik-motorik
Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang teramati oleh panca indra, seperti bentuk atau tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, rambut, melainkan juga mencakup aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati oleh panca indra, tetapi hanya dapat diketahui setelah diadakan pengukuran, seperti usia, kekuatan badan atau kekuatan lari, golongan darah, dan lainnya.
Aspek fisik lain dapat dilihat dari kecakapan motorik, yaitu kemampuan melakukan koordinasi kerja system syaraf motorik yang menimbulkan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan atau kegiatan secara tepat sesuai antara rangsang dan responnya. Dalam hal ini akan ditemui anak yang cekatan dan terampil, tetapi ada pula anak yang lamban dalam mereaksi sesuatu.
Perbedaan aspek fisik juga dapat dilihat dari kesehatan peserta didik pula.
2). Perbedaan inteligensi
Inteligensi merupakan kemampuan mental, pikiran, atau intelektual dan merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Atau dapat pula dipahami sebagai kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi yang baru secara cepat dan efektif dan kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajari denagn cepat.
Setiap peserta didik memiliki inteligensi yang berbeda. Ada yang tinggi, sedang dan rendah yang dapat diketahui melalui tes IQ.
Dengan adanya perbedaan individual dalam aspek inteligensi ini, maka guru sekolah akan mendapati anak dengan kecerdasan yang luar biasa, anak yang mampu memecahkan masalah dengan cepat, mampu berfikir abstrak dan kreatif. Sebaliknya, guru juga akan mendapati anak-anak yang kurang cerdas, sangat lambat dan bahkan hamper tidak mampu mengatasi maslah yang mudah sekalipun.
3). Perbedaan Kecakapan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan individu yang sangat penting dalam proses belajar disekolah. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata, dan kalimat yang bermakna, logis dan sistematis.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah nature dan nuture (pembawaan dan lingkungan). Jadi antara individu satu dan yang lain, perkembangan bahasanya bervariasi. Ada pula faktor lain, yaitu kecerdasan, pembawaan, lingkungan, fisik, terutama organ bicara, dan lainnya.
4). Perbedaan Psikologi
Psikologi setiap anak itu pasti berbeda, ada yang mudah tersenyum, gampang marah, berjiwa sosial, egois, cengeng, malas, rajin, murung, dan lainnya.
Persoalan psikologi itu sangat kompleks dan sulit dipahami secara tepat, sebab menyangkut apa yang ada didalam jiwa dan perasaan peserta didik. Oleh karenya, guru dituntut intuk mampu memahami kejadian psikologis peserta didik yang rumit, dengan cara pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Dengan mendekati dan mengenalnya secara mendalam, guru pada gilirannya dapat mencari cara-cara yang tepat untuk memberikan bimbingan dan membangkitkan motivasi belajhar mereka.
5. Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Karakteristik individu itu sendiri adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil darin pembawaan dan lingkungannya. Untuk menjelaskannya dalam fisik, memntal, maupun emosional biasanya digunakan istilah nature dan nuture.
Nature (alam, sifat dasar) adalah karakteristik yang dimiliki setiap individu dari sejak dia kecil. Nurture (pemeliharaan, pengasuhan) adalah karakteristik yang disebabkan oleh factor lingkungan yang mempengaruhinya.
Mengenai karakteristik individu, ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1). Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal (prerequisite skills), seperti kemampuan intelektual, berpikir, dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor.
2). Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosio-kultural.
3). Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan kepribadian, seperti sikap, perasaan, minat, dan lainnya.
Pemahaman karakteristik ini sangat penting dalam proses belajar mengajar, sehingga bagi seorang guru informasi mengenai karakteistik individu sangat beguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih tepat, yang dapat menjamin kemudahan belajar bagi setiap peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar